Korban Talangsari Lampung Tolak Keppres Penyelesaian Non Yudisial Kasus Pelanggan Ham Berat
Beritafaktanews | Jakarta — Keputusan Presiden (Keppres) nomor 17 tahun 2022 tentang penyelesaian non yudisial pelanggaran hak asasi manusia (PPHAM) berat masa lalu sekaligus penunjukan pembentukan tim PPHAM oleh Presiden Joko Widodo mendapatkan reaksi dari kalangan korban.
Menurut korban, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat melalui jalur non-yudisial alias di luar peradilan dinilai bakal melanggengkan impunitas/kekebalan hukum bagi para pelakunya.
Edi Arsadad, Ketua Paguyuban Keluarga dan Korban Talangsari Lampung 1989 (PK2TL) secara tegas menolak penyelesaian kasus diluar proses hukum.
“Kenapa kami menolak, karena itu melanggengkan impunitas, karena tidak melalui proses pengadilan,” kata Edi Arsadad, Sabtu 24/9/2022.
Menurut Edi Arsadad, rekonsiliasi adalah hak korban “Tapi tetap harus ada pengadilan dulu” Ujarnya.
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM mengatur bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dibagi menjadi 2, yakni penyelesaian kasus yang terjadi sebelum tahun 2000 dan setelah tahun 2000.
Kasus-kasus yang terjadi sebelum 2000 diselesaikan lewat pengadilan HAM ad hoc, sebagaimana tercantum dalam Bab VIII undang-undang itu.
Pengadilan HAM ad hoc ini ditetapkan presiden atas usul DPR.
Rekomendasi DPR itu berdasarkan penyidikan Kejaksaan Agung, yang menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM sebagai lembaga yang berwenang menentukan ada atau tidaknya pelanggaran HAM berat.
Komnas HAM sendiri sudah merampungkan berkas penyelidikan pelanggaran HAM berat diantaranya Kasus Talangsari 1989, kasus Trisakti-Semanggi I-Semanggi II (TSS) 1998/1999, namun hingga saat ini tak kunjung ditindaklanjuti Kejaksaan Agung ke penyidikan.
Undang-undang yang sama, dalam ketentuan penutupnya, memang memungkinkan bahwa pelanggaran HAM berat sebelum tahun 2000 diselesaikan lewat jalur nonyudisial melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Namun, Edi Arsadad menyatakan bahwa jalur yudisial adalah hal yang paling memenuhi keadilan bagi korban.
“Untuk itu kami akan tetap menolak Keppres ini, kami akan tetap berjuang agar kasus pelanggan HAM berat masa lalu tetap melalui proses peradilan” tegas Edi.
Tanpa jerat hukum, para pelaku pelanggaran HAM berat maka kasus-kasus serupa bakal terus terjadi di masa depan.
“Negara juga tidak boleh seakan lari dari tanggung jawab hanya karena telah memberikan sejumlah bantuan kepada keluarga korban pelanggaran HAM berat” Kata Edi Arsadad.
Menurutnya, hal ini adalah bentuk lain dari pemberian impunitas kepada para pelaku yang juga bagian dari elite kekuasaan.
” Dalam hal ini Presiden atau negara harus tegas ini juga terkait dengan janji janji politiknya, unr5 membuktikan keadilan bagi korban” pungkasnya.
Sebagai informasi, tim PPHAM ini dibentuk pada 26 Agustus 2022 melalui Keputusan Presiden RI Nomor 17 Tahun 2022. (Wis_Rdr24)